Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai daerah di Nusantara terus dilakukan oleh VOC. VOC mulai mengincar Kepulauan Riau. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan-kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC.
Kerajaan Siak merupakan kerajaan melayu Islam yang terletak di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada abad ke 15. Kerajaan Siak Sri Indrapura sangat kaya dengan hasil alam yang melimpah.Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari Kabupaten Siak.
Kerajaan Indragiri terletak di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kerajaan Indragiri berdiri sejak tahun 1298, kerajaan ini didirikan oleh Raja Kecik Mambang atau Raja Merlang. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada abad ke 15.
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan (1725 M-1946 M) yang sekarang terletak di Kabupaten Pelalawan Pada era Islam, ada tiga kali pergantian nama, dari Pekantua Kampar, kemudianTanjung Negeri, dan terakhir Pelalawan.
Beberapa perlawanan di Riau adalah perlawanan yang dilancarkan oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723 – 1744) memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Johor kemudian ia membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah komando Raja Lela Muda bersama putranya Raja Indra Pahlawan untuk menyerang Malaka.
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746 -1760). Tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri, Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara Sungai Siak.
Rakyat Siak melawan, sebagai pucuk pimpinan pasukan dipercayakan kembali kepada Raja Indra dan Panglima Besar Tengku Muhammad Ali. Terjadilah pertempuran sengit di Pulau Guntung (1752 – 1753). Benteng VOC berlapis-lapis sehingga sulit ditembus, melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang Siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke Siak.
Sultan Siak mengatur siasat baru, disepakati bahwa VOC harus dilawan dengan tipu daya. Siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah sultan”. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau Guntung.
Pada saat perundingan baru mulai justru Sultan Siak dipaksa untuk tunduk kepada pemerintahah VOC. Sultan segera memberi kode pada anak buah dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda di loji itu. Loji segera dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak dengan membawa kemenangan, sekalipun belum berhasil mengenyahkan VOC dari Malaka.
Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan. Oleh karena itu, atas jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima Besar Kesultanan Siak dengan gelar: “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh”