Rabu, 15 April 2020

Menyunting dan Mengabstraksi Teks Opini/Editorial

Mantan KA UPTD
Teks opini adalah teks yang berisi perkiraan, pikiran, pendapat, atau anggapan tentang suatu hal. Menyunting teks opini adalah kegiatan memperbaiki teks opini sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa teks opini. Ciri yang paling menonjol adalah penggunaan teks opini antara lain yang berhubungan dengan adverbia, konjungsi, verba (material, relasional, dan mental) dan kosa kata. Sebelum teks opini diterbitkan perlu disunting terlebih dahulu. Sebuah teks opini disunting karena ingin menjaga kualitas teks tersebut. Menyunting naskah tersebut diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam sebuah teks opini. Menyunting merupakan langkah terakhir dari tahap penyusunan suatu teks opini sebelum teks tersebut diterbitkan.

Dalam menyunting teks opini ada hal-hal yang harus diperhatikan misalnya, sebelum mulai menyunting teks opini, penyunting wajib mencari informasi mengenai kaidah penulisan teks opini, Hal-hal yang mungkin akan diubah dalam teks oleh penyunting wajib dikonsultasikan dengan penulis teks opini, Dalam kegiatan menyunting teks opini punyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya. Oleh karena itu, ada beberapa bagian teks opini yang harus dipahami dalam menyunting struktur dan kaidah-kaidah teks opini. Cara menyunting teks opini antara lain sebagai berikut.

Pengimbuhan
Pengimbuhan menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan makna kata. Keteraturan itu dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan makna konsep yang berbeda. Berikut ini terdapat contoh bentuk berimbuhan yang menunjukkan pertalian makna tersebut. Tugas kalian adalah mencari bentuk berimbuhan lainnya untuk melengkapi kolom yang kosong.
No.VerbalPelaku/AlatProsesHasil
1.mengubahpengubah (yang mengubah)pengubahan (proses mengubah)ubahan (hasil mengubah)
2.menyediakanpenyedia
(yang menyediakan)
penyediaan
(proses menyediakan)
persediaan
(hasil menyediakan)
3.memberipemberi
(yang memberikan)
memberikan
(proses memberikan)
pemberian
(hasil memberikan)
4.memasangpemasang
(yang memasang)
pemasangan
(proses memasang)
pasangan
(hasil memasang)
5.membangunpembangun
(yang membangun)
pembangunan
(proses membangun)
bangunan
(hasil membangun)
6.membuatpembuat (yang membuat)pembuatan (proses membuat)buatan (hasil membuat)
7.membawapembawa (yang membawa)pembawaan (proses membawa)bawaan (hasil membawa)
8.membantupembantu (yang membantu)pembantuan (proses membantu)bantuan (hasil membantu)
9.mencobapencoba (yang mencoba)percobaan (proses mencoba)cobaan (hasil mencoba)
10.memperolehpemeroleh (yang memperoleh)pemerolehan (proses memperoleh)perolehan (hasil memperoleh)

Reduplikasi
Reduplikasi merupakan proses pengulangan. Reduplikasi juga merupakan proses penurunan kata dengan perulangan utuh maupun sebagian. Dalam reduplikasi terjadi perubahan makna gramatikal, sehingga terjadi satuan yang berstatus kata. Ada tiga macam bentuk reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaksis. Reduplikasi fonologis tidak terjadi perubahan makna, karena pengulangannya hanya bersifat fonologis artinya bukan atau tidak ada pengulangan leksem. Misalnya dada, tubi-tubi, dan kupu-kupu termasuk reduplikasi fonologis karna bentuk dasarnya bukan dari da, tubi, dan kupu. Reduplikasi morfemis terjadi perubahan makna gramatikal atas leksem yang diulang, sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Dan reduplikasi sintaksis adalah proses yang terjadi atas leksem yang menghasil satuan yang berstatus klausa, jadi berada di luar cakupan morfologi. Contoh, asam-asam dimakannya juga mangga itu.

No.ReduplikasiMaknaContoh Kalimat
1.tidur-tidurankurang sungguh-sungguh (deintensif)Dari tadi pagi si Bobi kerjanya cuma tidur-tiduran di sofa.
2.antar-mengantarberbalasan (resiprokal)Pada hari Natal para kenalan antar-mengantar hadiah.
3.beres-beressungguh-sungguh (intensif)Sebaiknya beres-beres dari sekarang.
4.keliling-kelilingberkali-kali (iteratif)Kami cuma keliling-keliling di kebun 
5.rumah-rumahbentuk jamakRumah-rumah di Jakarta tidak diatur sedemikian rupa sehingga kelihatan semrawut.
6.warna-warnibermacam-macamPelangi di langit berwarna-warni sangat indah
7.lelakitidak mengalami perubahan maknaLelaki sejati tak pandai mengumbar janji karena setiap janji bernilai dan merupakan pertanda harga diri
8.tali-temalivariasiTali-temali diajarkan dalam kepramukaan
9.ibu-ibuyang bertindak sebagaiIbu-ibu berkumpul di Posyandu pada hari Sabtu.
10.mobil-mobilanyang miripIbunya sering membelikannya mobil-mobilan.

Konjungsi
Hubungan antarkalimat yang membentuk kalimat majemuk selain ditandai oleh kata penghubung (konjungsi) juga ditandai oleh koma (,) atau titik koma (;). Jika hubungan ini menunjukkan ketidaklogisan, salah satu penyebabnya adalah penggunaan konjungsi yang tidak tepat. Berikut diberikan beberapa contoh kalimat majemuk yang menggunakan konjungsi. Jika pengggunaan konjungsi berikut sudah tepat, berilah tanda (√) pada kolom (B). Akan tetapi, jika penggunaan konjungsi dalam kalimat berikut tidak logis, berilah tanda (√) pada kolom (S).
No.ReduplikasiBS
1.Resor tumbuh menjamur, oleh sebab itu kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal.-
2.Karena secara terminologis kata baik dan benar sudah menyaran pada hal yang sempurna dan tanpa cacat, orang pun tidak segan-segan memaknai slogan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu sama dengan bahasa Indonesia baku. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.-
3.Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang lebih sering berada dalam situasi tidak resmi sehingga tuntutan untuk selalu berbahasa Indonesia ragam baku itu pun tidak ada.-
4.Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan situasi pemakaiannya, meskipun bahasa yang benar adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah (aturan) bahasa.-
5.Berbahasa dengan baik dan benar ternyata tidak hanya dapat memperlancar komunikasi, kemudian juga dapat meluruskan cara berpikir (berlogika) dan sekaligus mengajarkan cara bertanggung jawab.-
6.Pemilihan umum (pemilu) bukan hanya pesta demokrasi, namun juga pesta akronim (dan singkatan).-
7.Dalam pembuatannya, akronim yang berpola kadang tidak menarik atau membingungkan, maka orang memilih yang melenceng tetapi menghasilkan kemerduan bunyi-
8.Meskipun saya tidak dapat menghadiri undangan tersebut tetapi saya akan tetap mengirimkan kado.-
9.Jepang telah menyiapkan teknologi tahan bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana.-
10.Jika guru tidak hadir, maka para siswa akan berkeliaran di luar kelas.-

Kalimat Majemuk
Kesejajaran unsur kalimat pada kalimat majemuk setara itu diperlukan. Kesejajaran itu meliputi jenis kalimat ataupun urutan unsur kalimatnya. Sebagai contoh, jika kalimat pertama yang menjadi unsur kalimat majemuk setara itu berupa kalimat nomina, pengisi predikatnya berupa nomina, kalimat kedua dan kalimat selanjutnya juga harus berupa kalimat nominal. Selanjutnya, jika kalimat pertama dalam kalimat majemuk setara itu berupa kalimat transitif, kalimat kedua dan selanjutnya juga harus berupa kalimat transitif. Misalnya sebagai berikut.
  • Para pegawai negeri menerima gaji setiap awal bulan dan dibelanjakan sebagian untuk keperluannya sehari-hari.
  • Penulisan laporan itu dilakukan oleh kelompok V, tetapi kelompok I menyempurnakan.

Kedua contoh kalimat majemuk setara di atas tidak memperlihatkan kesejajaran. Ketidaksejajaran tersebut dapat dilihat dari kata yang dicetak miring sebagai unsur pengisi kalimat majemuk setara. Kedua kalimat ini dapat diperbaiki seperti berikut.
  • Para pegawai negeri menerima gaji setiap awal bulan dan membelanjakannya sebagian untuk keperluannya sehari-hari.
  • Penulisan laporan itu dilakukan oleh kelompok V, tetapi disempurnakan oleh kelompok I.

Buatlah 5 contoh kalimat majemuk setara lainnya.
  1. Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia tergolong negara berkembang.
  2. Juhariyah pergi ke pasar sedangkan Ragil berangkat ke bengkel.
  3. Syifa telah mempelajari secara mendalam ilmu ekonomi dan perbankan syariah, setelah itu ia mendirikan bank sendiri.
  4. Aku sedang membaca buku dan Adikku sedang mengerjakan PRnya di ruang tamu. 
  5. Susanto terkenal akan kejujurannya tetapi kakaknya terkenal karena ketidak jujurannya.
Salah satu ciri yang membedakan induk kalimat dan anak kalimat adalah kemandirian. Induk kalimat mempunyai kemandirian jika dibandingkan dengan anak kalimat. Seperti yang terlihat pada contoh berikut ini.
(a) Ketika ayah datang, ibu sedang membersihkan halaman belakang.
(b) Rani kecewa karena proposal penelitiannya tidak disetujui oleh promotornya.
(c) Cerita pendek ini sangat bagus meskipun hanya dikerjakan selama sebulan.

Unsur kalimat (a) ibu sedang membersihkan halaman belakang; (b) Rani kecewa; serta (c) Cerita pendek ini sangat bagus merupakan induk kalimat karena dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal yang mandiri, tidak bergantung pada unsur lainnya. Buatlah 10 kalimat majemuk lainnya yang memiliki unsur induk kalimat.
No.Kalimat MajemukInduk KalimatAnak Kalimat
1.Adik sedang bermain di kamarnya sedangkan ibu menyiapkan makanan di dapur.Adik sedang bermain di kamarnya.Ibu menyiapkan makanan di dapur
2.Pekerjaan itu sudah selesai ketika ayah datang dari kantorPekerjaan itu sudah selesaiayah datang dari kantor
3.Nenek membaca majalah ketika kakek pergi ke pasarNenek membaca majalahkakek pergi ke pasar
4.Hasil ujiannya yang bagus menunjukan bahwa dia anak rajin.Hasil ujiannya yang bagusdia anak rajin
5.Ani selalu menolong orang lain oleh karena itu dia sangat disayangi.Ani selalu menolong orang laindia sangat disayangi
6.Ajiz mendapatkan rangking 1, karena dia anak yang rajinAjiz mendapatkan rangking pertamadia anak yang rajin
7.Danis sengaja tidur siang agar dia bisa bangun pagi buat belajarDanis sengaja tidur siangdia bisa bangun pagi buat belajar
8.Dia mendirikan perusahaan itu ketika dia masih kuliah tingkat tiga.Dia mendirikan perusahaan ituDia masih kuliah tingkat tiga
9.Ketika memberikan keterangan, saksi itu meneteskan air mata.Saksi itu meneteskan air mata.ketika memberikan keterangan
10.Dengan menurunkan harga beberapa jenis BBM, kita berharap kegiatan ekonomi tidak lesu lagi.Kita berharap kegiatan ekonomi tidak lesu lagiDengan menurunkan harga beberapa jenis BBM

Abstraksi Teks
Abstraksi adalah ringkasan, intisari, atau garis besar. Mengabstraksi teks opini adalah meringkas teks opini dengan menuliskan garis besar teks tersebut dalam beberapa kalimat yang padu. Abtsraksi harus memperhatikan bagian-bagian penting dari suatu teks untuk disusun menjadi sebuah garis besar yang lengkap. Perhatikan teks berikut.

Mitigasi Belum Optimal
  1. Tanpa kebijakan permanen menghadapi bencana gunung, penyelamatan morat-marit. Hindari simpang-siur media sosial.
  2. Pemerintah terlihat kurang cekatan dalam menanggulangi dampak erupsi. Seolah-olah tak belajar dari akibat letusan Sinabung yang morat-marit, dari penyediaan masker sampai pasokan air minum, selimut, dan obat-obatan, pemerintah terkesan kurang sigap-tanggap. Terkatung-katungnya sejumlah pengungsi karena pos penampungan mereka ternyata sudah digunakan pengungsi lain membuktikan manajemen penanggulangan yang serba dadakan.
  3. Operasi tanggap darurat yang dilakukan pemerintah terkesan sebatas respons reaktif, spontan, dan sporadis. Sudah saatnya kita memiliki kebijakan permanen yang mampu mengantisipasi dan meminimalkan dampak bencana, yakni kebijakan yang berangkat dari database pemetaan daerah rawan letusan gunung berapi. Dibutuhkan operasi dengan persiapan koordinasi penyelamatan, penyediaan infrastruktur, sampai pelatihan relawan yang dilakukan secara prabencana.
  4. Negara seperti Jepang, yang merupakan langganan gempa, secara sistemik memiliki program kesiap-siagaan menghadapai bencana. Mereka menyiapkan teknologi tahan bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana. Mereka menginginkan masyarakatnya memiliki kultur sadar bencana yang rasional. Sedangkan dalam alam pikir masyarakat kita, letusan gunung masih dianggap sesuatu yang insidental, yang walaupun merupakan malapetaka tetap mengandung “hikmah” tertentu.
  5. Kemampuan pemerintah memberikan informasi penting yang harus dipatuhi masyarakat masih lemah. Akibatnya, banyak korban jatuh yang sebetulnya bisa dihindari. Erupsi Kelud, misalnya, tak banyak memakan korban langsung. Korban meninggal dan luka-luka justru karena dampak tak langsung. Beberapa orang tewas karena keruntuhan atap rumah ketika membersihkan debu yang menumpuk di bubungan.
  6. Tatkala hujan turun, air membuat debu mengeras, menjadi mirip campuran semen. Atap pun ambruk karena tak kuat menahan beban. Masih ada kemungkinan korban bertambah akibat masyarakat melanggar zona bahaya. Dalam radius sepuluh kilometer, masyarakat dilarang masuk karena kemungkinan datangnya awan panas. Tetapi, dalam kenyataannya, banyak penduduk menerobos karena menganggap keadaan sudah aman.
  7. Kesimpang-siuran informasi hampir selalu terulang pada setiap bencana. Setelah letusan Kelud, di media sosial ramai dibicarakan Gunung Bromo-Semeru akan menyusul. Isu palsu ini bisa membuat panik. Erupsi tak mirip virus influenza. Setiap gunung memiliki aktivitas vulkanis sendiri-sendiri, tidak bergantung gunung lain.
  8. Seyogianya, pemerintah tangkas memberi informasi yang terangbenderang, yang tingkat akurasinya mampu menyelamatkan masyarakat. Pada kenyataannya, masyarakat lebih sering mempercayai prediksi dari sumber tak jelas, misalnya “juru kunci”. Pemerintah, bagaimanapun, harus mampu menyinergikan deteksi bencana yang bertolak dari ilmu pengetahuan dan pengalaman lokal.
  9. Tugas mitigasi adalah meningkatkan pengetahuan mayarakat tentang ciri-ciri letusan gunung secara ilmiah. Tugas mitigasi juga membangun menajemen rasional penanggulangan berbasis masyarakat. Daripada menghamburkan uang untuk hal-hal tak penting, lebih baik pemerintah mulai menyiapkan infrastruktur mitigasi yang benar. (Sumber: Majalah Tempo, 2 Maret 2014)

Ringkasan teks “Mitigasi Belum Optimal” adalah sebagai berikut.
Tanpa kebijakan permanen menghadapi bencana gunung, penyelamatan morat-marit. Pemerintah terlihat kurang cekatan dalam menanggulangi dampak erupsi. Operasi tanggap darurat yang dilakukan pemerintah terkesan sebatas respons reaktif, spontan, dan sporadis. Dibutuhkan operasi dengan persiapan koordinasi penyelamatan, penyediaan infrastruktur, sampai pelatihan relawan yang dilakukan secara prabencana.

Negara seperti Jepang, secara sistemik memiliki program kesiap-siagaan menghadapai bencana. Sedangkan dalam alam pikir masyarakat kita, letusan gunung masih dianggap sesuatu yang insidental.

Kemampuan pemerintah memberikan informasi penting masih lemah. Korban meninggal dan luka-luka justru karena dampak tak langsung. Beberapa orang tewas karena keruntuhan atap rumah ketika membersihkan debu yang menumpuk di bubungan.

Tatkala hujan turun, air membuat debu mengeras, atap pun ambruk karena tak kuat menahan beban. Masih ada kemungkinan korban bertambah akibat masyarakat melanggar zona bahaya. Kenyataaanya banyak penduduk menerobos karena menganggap keadaan sudah aman.

Kesimpang-siuran informasi hampir selalu terulang pada setiap bencana. Erupsi tak mirip virus influenza. Setiap gunung memiliki aktivitas vulkanis sendiri-sendiri, tidak bergantung gunung lain.

Seyogianya, pemerintah tangkas memberi informasi yang terang-benderang. Pada kenyataannya, masyarakat lebih sering mempercayai prediksi dari sumber tak jelas. Pemerintah harus mampu menyinergikan deteksi bencana yang bertolak dari ilmu pengetahuan dan pengalaman lokal.

Tugas mitigasi adalah meningkatkan pengetahuan mayarakat tentang ciri-ciri letusan gunung secara ilmiah. Tugas mitigasi juga membangun menajemen rasional penanggulangan berbasis masyarakat. Daripada menghamburkan uang untuk hal-hal tak penting, lebih baik pemerintah mulai menyiapkan infrastruktur mitigasi yang benar.