Rabu, 22 April 2020

Menemukan Tema, Latar, dan Penokohan Cerita Pendek

Mantan KA UPTD
Menjadi apresiator yang baik memang membutuhkan bekal yang dibutuhkan untuk mengapresiasi. Seorang penikmat karya sastra, khususnya prosa seperti cerita pendek, novel, drama, dan sebagainya, perlu mengetahui unsur-unsur pembentuk atau pembangun sebuah karya cerita. Pengetahuan yang cukup memadai tentang unsur-unsur instrinsik cerita akan memudahkan kita memberikan penghargaan terhadap sebuah karya. Itulah kegiatan apresiasi  yang sesungguhnya. Pengetahuan yang cukup memadai tentang unsur-unsur instrinsik cerita akan memudahkan kita memberikan penghargaan terhadap sebuah karya. Itulah kegiatan apresiasi yang sesungguhnya.

apresiasi adalah kegiatan mengamati, menilai, dan menghargai dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Tujuan Apresiasi Sastra merupakan pengalaman rohaniah-batiniah manusia, bukan pengalaman jasmaniah, penangkapan kognitif, konseptual, dan penyimpulan atas fenomena-fenomena karya sastra yang kita apresiasi, pengapresiasi dapat memperoleh kesadaran tentang berbagai hal, keindahan, kekejaman, ketidakmanusiawian, kebermaknaan hidup, hakikat hidup manusia, hakikat hidup bersama, kebobrokan dan kelicikan permainan kekuasaan, ketidakmampuan manusia berkelit dari tradisi belenggu budayanya, dan sebagainya, dan apresiasi sastra menghidangkan hiburan mentalistis yang bermain-main dalam jiwa dan batin kita.

Untuk dapat mengapresiasi sebuah karya sastra dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi unsur intrinsik karya sastra. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh, alur, latar, dan amanat.  Berikut ini unsur-unsur intrinsik cerita.

1. Tema
Setiap cerita pasti memiliki gagasan pokok yang diangkat sebagai ide cerita. Hal tersebut dinamakan tema cerita. Misalnya kesetiakawanan, persahabatan, perjuangan dan sebagainya.

2. Latar
Latar menunjuk kepada waktu dan tempat berlangsung kisah cerita itu. Dalam cakupan yang lebih luas, latar dapat menjelaskan sebuah kurun waktu, misalnya zaman perang kemerdekaan atau zaman pemerintahan kerajaan. Latar juga dapat merujuk pada strata kehidupan, misalnya sebuah kisah cerita berlangsung di kalangan konglomerat atau cerita di kalangan masyarakat miskin, dan sebagainya. Latar sangat mendukung jalan cerita, adapun jenis-jenis latar seperti dibawah ini.
  • Latar waktu adalah keterangan tentang kapan peristiwa dalam cerpen tersebut terjadi. Misalnya: pagi hari, siang hari, atau malam hari.
  • Latar tempat menunjukkan keterangan tempat peristiwa itu terjadi. Misalnya: dirumah, dikamar, di dalam bus, di halaman, atau di Jakarta.
  • Latar suasana menggambarkan suasana peristiwa yang terjadi. Misalnya: suasana gembira, sedih atau romantis, dan lain-lain.

3. Penokohan atau perwatakan
Hal yang menarik dalam sebuah cerita berupa diciptakannya konflik antarpelaku akibat gesekan perbedaan karakter atau watak para tokoh. Hal itu disebut dengan penokohan atau perwatakan. Pemberian karakter tokoh atau pelaku dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
  • Penokohan langsung, artinya dalam menuturkan ceritanya, pengarang menyebutkan secara langsung perwatakan tokohnya. Dalam teknik penokohan jenis ini, pembaca tidak perlu menyimpulkan perwatakan pelaku. 
  • Penokohan tidak langsung, artinya dalam menuturkan ceritanya, pengarang tidak secara langsung menyebutkan watak tokohnya. Pengarang melukiskannya melalui tingkah laku, sikap, lingkungan maupun gambaran fisik tokoh. Bahkan, melalui reaksi tokoh lain terhadap tokoh yang dimaksud. Dalam teknik penokohan jenis ini, pembaca harus menyimpulkan sendiri perwatakan tokoh.

4. Alur
Cerita dibangun atas jalinan peristiwa yang sambungmenyambung membentuk satu kesatuan cerita yang disebut alur cerita. Alur terbagi atas tahapan-tahapan yang dibahas pada bagian lain dalam buku ini.
  • Alur maju. Pada alur maju atau disebut juga dengan alur progresif, penulis menyajikan jalan ceritanya secara berurutan dimuali dari tahapan perkenalan ke tahapan penyelesaian secara urut dan tidak diacak.
  • Alur mundur. Alur mundur adalah proses jalannya cerita secara tidak urut. Biasanya pengarang menyampaikan ceritanya dimulai dari konflik menuju penyelesaian, kemudian menceritakan kembali latar belakang timbulnya konflik tersebut. 
  • Alur campuran. Alur jenis ini adalah gabungan dari alur maju dan alur mundur. Penulis pada awalnya menyajikan ceritanya secara urut dan kemudian pada suatu waktu, penulis menceritakan kembali kisah masa lalu atau flash back.

5. Sudut pandang

Sudut pandang adalah posisi pengarang saat menuturkan cerita. Pengarang dapat memerankan dirinya sebagai pelaku yang seolah-olah menceritakan kisahnya sendiri atau pengarang sebagai pengamat yang menceritakan kisah orang lain.
  • Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Namun begitu, SP ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku” di dalam cerita itu. “Aku” tokoh utama pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh “Aku” inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. “Aku” tokoh tambahan Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan “Aku” di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh “Aku” bukanlah pusat pengisahan.
  • Sudut Pandang Orang Pertama Jamak. Bentuk SP ini sesungguhnya hampir sama dengan SP orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, “Kami”. Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. 
  • Sudut Pandang Orang Kedua. Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan apa-apa yang dilakukan oleh orang tersebut. SP ini menggunakan kata ganti orang kedua, “Kau”, “Kamu” atau “Anda” yang menjadi pusat pengisahan dalam cerita.
  • Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal. Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam SP ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia” atau “Ia”

6. Amanat
Selain berkarya, pengarang cerita berupaya menyampaikan pesan moral kepada pembaca cerita melalui amanat cerita. Amanat harus disimpulkan sendiri oleh pembaca.

Latihan :
Bacalah cerpen-cerpen berikut! (Air dan Api)

Apabila kupandang airmuka ayah, aku merasa senang. Mukanya bersih karena berkali-kali dicuci apabila mengambil air sembahyang.

Dahinya mengkilap karena sering sujud pada tikar sembahyang. Bahkan ... Aku kadang-kadang terheran-heran mengapa ayah mengambil air sembahyang, meskipun tidak hendak sembahyang.

Pernah kutanyakan, tapi ayah hanya tersenyum.

Hingga satu kali ....


Adikku Ismail menumpahkan tinta sehingga hampir semua bukuku terkena. Bukan main marahku.

Seolah-olah hendak kubalikkan saja meja karena amarah.

“Ibnu, ambillah air sembahyang ....”

Aku memandang ayah tak mengerti.

“Masih lama waktu Isa, Pak ....”

“Kerjakan saja apa yang kusuruh .... Ismail, ambil lap.

Sebelum itu kumpulkan buku-buku yang kena tinta.”

Waktu itu aku menurut. Dengan hati yang mengkal aku menimba air dan berwudhu.

Air yang dingin itu sejuk menyirami tanganku, mukaku, telingaku.

Amarahku seolah-olah tersapu bersih dan dalam ketenangan aku merasa terlanjur telah marah-marah.

Aku iba hati melihat Ismail sendiri membenahi meja yang porak poranda.

Pasti tak sengaja Ismail berbuat ceroboh, menumpahkan tinta.

Ketika aku sampai di ruangan belajar lagi, ayah berkata:

“Buku-bukumu yang terkena tinta, kuganti ....”

Ayah memberiku buku-buku tulis dari persediaannya.


“Nah, tak perlu marah bukan? Marah tidak menyelesaikan persoalanmu. Ismail berbuat itu tidak sengaja.

Ia sudah minta maaf tentunya. Mengapa kau harus marah dan bukan berusaha menyelamatkan buku-bukumu dari kemungkinan terkena tinta?”

Aku diam.

“Marah itu berasal dari setan, dan kau tahu setan itu berasal dari api ... karena itu harus harus disiram air. Itulah mengapa kau kusuruh mengambil air sembahyang ....”

Aku tersenyum mengulurkan tangan kepada Ismail;

“Lain kali hati-hati, ya Bung ....”

Ismail tersenyum pula. Selesai.
Sumber: kumpulan cerpen Orang-Orang Tercinta karya Sukanto S.A.

Unsur intrinsik cerpen di atas adalah sebagai berikut.
  1. Tema : Kesabaran
  2. Latar Waktu : Waktu Isya (Masih lama waktu Isa, Pak)


  • Penokohan atau perwatakan : Penokohan tidak langsung, diantaranya Ibnu (pemarah : Bukan main marahku), Ayah : Tegas (Kerjakan saja apa yang kusuruh .... Ismail, ambil lap), Ismail ceroboh (Adikku Ismail menumpahkan tinta sehingga hampir semua bukuku terkena)


  • Latar Tempat : Ruang belajar (Ketika aku sampai di ruangan belajar lagi), Tempat menimba air


  • Latar Suasana : Senang Apabila kupandang airmuka ayah, aku merasa senang), marah (Bukan main marahku. Seolah-olah hendak kubalikkan saja meja karena amarah)


  • Alur : Alur maju penulis menyajikan jalan ceritanya secara berurutan dimuali dari tahapan perkenalan ke tahapan penyelesaian secara urut dan tidak diacak)


  • Sudut Pandang : Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”.


  • Amanat : Marah tidak menyelesaikan persoalah


  •