Selasa, 28 April 2020

BAB 2 DATA DAN ANALISA

Mantan KA UPTD

BAB 2

DATA DAN ANALISA


2.1 Data dan Literatur

    Metode penelitian yang digunakan, serta data dan informasi yang mendukung proyek Tugas Akhir ini di peroleh dari berbagai macam sumber, antara lain:

2.1.1    Wawancara
•    Pemilik brand
•    Target market primer

2.1.2    Literatur dari media cetak
•    Fashion Brand, branding style from Armani to Zara
•    Consumer Behavior and marketing strategies
•    Majalah Tempo edisi 20-26 februari 2012

2.1.3    Literatur dari internet
•    Wikipedia.org
•    Fashion.about.com
•    encyclopedia.com
•    angelasancartier.net
•    childhood.camden.rutgers.edu   


2.2 Definisi Fashion

    Fashion adalah istilah umum untuk style yang populer atau praktek, terutama dalam pakaian, sepatu, atau aksesori.  Fashion mereferensi suatu apapun yang sedang tren saat ini dalam tampilan atau cara berdandan seseorang. Gaya seseorang berlaku juga dalam perilakunya. Secara istilah yang lebih teknis untuk fashion adalah kostum, tapi kini menjadi begitu terkait di mata publik dengan istilah "fashion". Dan istilah “kostum” lebih kerarah pakaian khusus seperti pakaian yang mewah atau pakaian untuk festival (masquarede wear).


2.3 Sejarah perkembangan Fashion di Indonesia

Di Indonesia perkembangan fashion cukup pesat. Walaupun beberapa tahun yang lalu pasar fashion sempat di kuasai oleh kehadiran brand luar negeri. Belum lagi karena konsumen di Indonesia, sering mengganggap brand luar lebih baik dari segi kualitas maupun dari segi desainnya. Tapi pada perkembangannya, brand lokal telah ada dari lama. Tahun 1950, ialah awal dekade fashion Indonesia dengan kemunculan seorang desainer bernama Peter Sie. Di tahun-tahun pertama Peter Sie menancapkan fashion nasional ia mengaku bahwa profesi desainer belum diterima masyarakat termasuk keluarganya. Hasilnya, ia sempat dikucilkan keluarga. Ia juga tak menganggap dirinya lebih sukses secara finansial dibanding desainer-desainer masa kini. Dalam buku Inspirasi Mode Indonesia terbitan Yayasan Buku bangsa dan Gramedia, ia mengungkapkan dirinya lebih senang disebut pelopor dunia mode. Dan kini ia disebut-sebut sebagai pelopor profesi perancang busana di Indonesia.

Awalnya Peter berkonsentrasi membuat busana pria. Busana bergaris A line ala New Look dari Dior lah yang mempengaruhinya untuk beralih ke busana wanita. Pria yang belajar di Vakschool voor Kleermakers-Encoupeurs Den Haag Belanda selama 6 tahun sejak 1947 ini tidak menyerap semua tren busana yang datang dari Eropa. Saat trend gaya ‘mod’ yang dipelopori oleh Mary Quant dan Ossie Clark mendunia, Peter merasa rok mini kurang pantas untuk kebanyakan wanita Indonesia. Begitu juga saat tren ‘hippies’ berkembang, trend tersebut tidak pernah menarik hatinya karena keadaan ekomoni Indonesia saat itu memprihatinkan.

Kehadiran desainer seperti Peter Sie, mengundang desainer lain seperti Non Kawilarang dan Elsie Sunarya. Di tahun 1960-an gaya ‘hipster’, ‘mod’, bahkan ‘agogo’ yang ramai motif dan warna hanya di konsumsi ibu-ibu kalangan atas di Jakarta saja.

Dalam dunia jurnalisme fashion, majalah Femina hadir pada tahun 1972. Menurut catatan situsnya, Femina menunjukkan perhatian besar kepada dunia fashion sejak edisi keduanya (bulan oktober) melalui sebuah reportase tren mode yang ditulis oleh Irma Hadisurya. Selain menghadirkan berita fashion dari luar negeri, Femina pun menunjukkan apresiasi terhadap fashion Indonesia. Karena itu Femina mengusulkan untuk mengadakan Lomba Perancangan Mode tiap tahun sejak 1979 dan terus berjalan sampai sekarang. Dari ajang inilah desainer-desainer baru yang kini namanya tak asing mulai muncul, seperti Samuel Wattimena, Edward Hutabarat, Chossy Latu, Itang Yunasz, Dandy Burhan, Stephanus Hamy, Widhi Budimulia, Carmanita, Naniek Rahmat, Taruna Kusmayadi, Tuty Cholid, Anne Rufaidah, Denny Wirawan, Ferry Sunarto, Sally Koeswanto, Priyo Oktaviano dan Billy Tjong.

Sementara itu, keterbatasan kesempatan bersekolah fashion atau rancang busana di tanah air tidak mematahkan semangat mereka yang ingin menjadi desainer. Harry Dharsono, Poppy Dharsono dan Iwan Tirta mengemban ilmu fashion di luar negeri. Iwan Tirta di mempunyai peran yang besar dalam menciptakan karakter mode tanah air yang unik dan kaya tanpa mengabaikan trend mode Eropa, yang mempunyai pengaruh besar pada industri mode di Indonesia. Kepada pengamat mode Muara Bagdja di buku Inspirasi Mode Indonesia, ia menekankan pentingnya memberi unsur barat (technical skill) dan timur (budaya) dalam pakaian. Pernyataan Iwan Tirta beralasan, karena melalui batik yang diolahnya menjadi lebih modern, ia diakui oleh desainer Amerika dan Eropa.

Harry Dharsono memperkenalkan High Fashion atau Couture pertama kali di Indonesia pada tahun 1974. Tak hanya itu, Harry juga berkontribusi dalam mengembangkan industri tekstil Indonesia yang tadinya hanya memproduksi polyester sampai akhirnya rumah mode bergengsi seperti Carven, Louis Ferraund, Azzaro de ville dan Lanvin membeli desain tekstil darinya. Harry Dharsono juga mendirikan Batik Keris sebagai rasa cintanya pada Indonesia.

Nama-nama seperti Samuel Wattimena, Ghea panggabean, Edward Hutabarat, Anne Avantie, Susan Budiharjo dan Carmanita juga mempunyai kontribusi dalam pengolahan kain tradisional dalam pakaian modern pada era 1980-an.

Tahun 1990-an ditandai dengan isu globalisasi dan internet. Artinya kemudahan masyrakat untuk mengakses informasi fashion dari luar negeri menyebabkan kegandrungan budaya barat yang glamour. Glamouritas ini terasa pada karya desainer-desainer seperti Sebastian Gunawan, Biyan, Arantxa Adi, Adjie Notonegoro, dan Eddy Betty yang memiliki karakter kemewahan dengan payet, manik dan Kristal pada koleksinya. Munculnya sekolah fashion franchise seperti Esmod dan Lasalle, juga sekolah mode Susan Budiharjo turut berkontribusi dalam menghasilkan desainer-desainer berkualitas Indonesia. Selain itu Poppy Dharsono dibantu Harry Dharsono dan Iwan Tirta membentuk Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pada tahun 1993.

Di tahun 2000-an, fashion Indonesia semakin kaya akan ide dan inspirasi. Tiap desainer memiliki ciri khas masing-masing. Adrian Gan, Obin, Oscar Lawalata, Kiata Kwanda, Sally Koeswanto, Lenny Agustin, Priyo Octaviano, Tri Handoko dan Irsan mewarnai fashion Indonesia dalam Couture dengan pakaian mereka yang bernafaskan seni dan kultur Indonesia.

Desainer Tex Saverio telah berhasil membawa nama fashion Indonesia dan mendapat pengakuan di mata internasional dengan rancangannya yang dipakai oleh seorang bintang di Amerika Serikat yaitu Lady gaga pada pemotretan majalah Bazaar US.


2.4 Perkembangan brand lokal

Meningkatnya kelas konsumen baru yaitu kelas konsumen menengah, menghabiskan sebagian uangnya untuk membeli pakaian dan alas kaki sebesar 3.6% dari total pengeluarannya. Maraknya brand luar yang ready to wear, stylish juga terjangkau konsumen membuat brand luar sempat diminati dan merajai pasar fashion di Indonesia. Dengan mulai masuknya sekolah fashion seperti Esmod, Lasalle, Bunka Fashion School, Susan Budiharjo dan Harry Dharsono menghasilkan desainer-desainer muda Indonesia yang memiliki bakat dalam fashion ready to wear dan high street, justru terpendam dengan kehadiran brand luar. Berbeda dengan distro atau clothing yang memiliki desain yang kasual dan market yang berbeda juga mass production. Desainer-desainer ini mempunyai keunikan dan ciri khas sendiri di tiap desainnya karena memiliki dasar ilmu fashion yang baik. Banyak desainer muda yang memilki brand sendiri yang belum terpublikasi dengan baik dan belum dikenal masyarakat umum. Padahal desainer lokal punya potensi besar dalam mendesain karena memiliki keberagaman budaya dan didukung oleh bahan yang berkualitas yang berasal dari negeri sendiri.

Menjamurnya brand lokal saat ini tidak bisa di lepaskan oleh kehadiran brightspot market, yaitu wadah bagi desainer lokal untuk memamerkan rancangannya dalam bentuk event dan pameran. Brightspot market didirikan pada tahun 2009 dengan tujuan menawarkan pengalaman ritel yang baru dengan memfokuskan desainer lokal yang ready to wear. Brightspot market berhasil menaikkan nama desainer lokal dan brand lokal ke masyarakat negeri sendiri. Setelah beberapa kali menyelenggarakan event, brand lokal di Jakarta khususnya, menjadi pusat perhatian dalam pergerakan fashion. Bahkan kini, menjadi kiblat fashion untuk para anak-anak muda di Jakarta. Naiknya nama brand lokal juga disebabkan karena kebanyakan brand lokal sangat mementingkan kualitas dan kepuasan pelanggan. Sehingga, jika ada prodak yang kurang memuaskan, mereka cepat mengambil langkah untuk memperbaikinya. Banyak dari mereka juga mendengarkan apa yang konsumen mau sehingga inovasi produk mereka terus berjalan. Faktor-faktor ini juga yang menyebabkan brand lokal sekarang dapat berkompetensi dengan brand luar negeri.

Perkembangan brand lokal saat ini juga didukung oleh slogan 100% Cinta Indonesia yang gencar di sosialisasikan di media massa dengan harapan agar kita sebagai bangsa Indonesia lebih cinta terhadap brand lokal atau produk lokal.

Ini merupakan gerakan dari bentuk apresiasi bangsa untuk mendorong perkembangan dunia fashion dan membuatnya dapat berbicara di publik. Kampanye tersebut ternyata mendapat respon positif terhadap perubahan antusiasme masyarakat dalam membeli suatu barang. Terutama terjadi peningkatan drastis terhadap brand lokal, Khususnya di fashion sampai 85%.

Gerakan Cinta Indonesia 100% ini juga di dukung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta para pecinta brand lokal seperti Nadine Chandrawinata, Dian Sastriwardoyo, Anne Avantie, Adjie Notonegoro, Kanaya Tabitha dan Poppy Dharsono yang terjun langsung dalam kampanye ini demi membuat brand lokal digemari oleh masyarakat kita sendiri.


2.5 Perkembangan fashion anak di Indonesia

Perkembangan fashion anak untuk kalangan menengah atas di Indonesia, khususnya di Jakarta sudah mulai bergerak. Dewasa ini, pakaian anak-anak tidak hanya sebatas terjangkau dan nyaman, tapi juga yang sesuai dengan pribadi anak, warna, model yang unik dan menarik sampai pada trend yang sedang berkembang. Seiring dengan cepatnya perkembangan fashion, pakaian anak-anak pun turut menyesuaikan dengan perkembangan trend. Perkembangan fashion dewasa bergantung pada trend fashion yang secara cepat dan berkala berganti, sedangkan perkembangan fashion anak tidak memiliki trend sendiri. Sehingga tidak heran jika ada pakaian anak yang memiliki potongan dewasa atau anak kecil yang memakai Sepatu tumit tinggi.

Sudah banyak para orangtua yang menyadari bahwa pakaian anak-anak tidak lagi sekadar pakaian. Ini dibuktikan dengan event ‘Kids Fashion Festival 2011’ yang di selenggarakan oleh Femina Group bekerjasama dengan majalah Ayah Bunda dan Parenting. Dalam acara ini beberapa brand memamerkan koleksinya, walaupun sebagian besar brand luar negeri masih menguasai event ini. Animo masyarakat mengenai event ini pun tinggi, terbukti dari tiket yang terjual habis.

Perkembangan fashion anak di Indonesia sebenarnya sebagian masih dikuasai oleh brand luar. Di negeri sendiri walaupun sudah ada yang membuat, tapi lingkupnya masih terbatas. Brand seperti Alleira sudah memulai kiprahnya di dunia children fashion dalam kemasan pakaian batik. Tapi untuk pakaian sehari-hari, brand lokal kelas menengah atas masih belum banyak. Seringkali orangtua membeli pakaian anak dari toko brand luar negeri. Ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran desainer untuk mengembangkan pakaian anak-anak. Denny Wirawan, seorang perancang busana mengatakan bahwa pakaian anak-anak sekarang harus beragam. Gaya hidup modern memberi pengaruh dalam rancangan modelnya, sehingga perancang juga harus paham dengan karakter yang sesuai dengan pasarnya.

Seiring dengan perkembangan brand lokal, perkembangan fashion untuk anak pun sudah mulai meningkat. Walaupun dilihat dari segi desain, masih belum berani keluar dari ‘zona kenyamanan’. Sehingga produk yang keluar masih dalam ranah kaos yang bergambar tokoh lucu dan belum berani untuk mengolah konsep lebih dalam atau mengambil potongan-potongan lain dalam mendesain pakaian. Pertimbangan psikologi dan tingkah laku anak tentu ada dalam pembuatan pakaian anak. Faktor kenyamanan, warna, pola potongan dan lain-lain seharusnya dipikirkan lebih matang dalam membuat pakaian anak.

    Di Indonesia sendiri perkembangan children fashion dalam lingkup brand lokal masih lambat bergeraknya, jika dinilai dari inovasi dan keberanian desain. Padahal dilihat dari pasar yang ada, kebutuhan pakaian anak juga hampir sama besarnya dengan kebutuhan pakaian dewasa. Sehingga untuk sekarang, lahan ‘bermain’ di pakaian anak-anak masih cukup besar untuk melakukan inovasi-inovasi baru dan desain yang lebih berani.


2.6 Sejarah terbentuknya brand Molds

Molds adalah brand yang lahir dari karya seorang fashion designer Larasati Dewanggi, yang terbentuk pada awal tahun 2011. Awal mulanya koleksi Molds dibuat sebagai koleksi tugas akhirnya di fashion institute ESMOD. Respon yang sangat baik di terima oleh pemilik saat Molds pertama kali di pamerkan. Dari koleksi ini, pemilik menerima penghargaan best collection (shoes) dan best creation (innovation in clothes) oleh ESMOD. Karena itu lah, pemilik memutuskan untuk meluncurkan produk Molds ke pasar.
Istilah Molds sendiri berasal dari kepanjangan ‘my own life dreaming sight’ yang berarti imajinasi desainer Molds dalam menuangkan kreasinya untuk anak-anak dalam pakaian yang cocok dan finishing yang baik untuk anak-anak.

Munculnya ide desain pakaian brand Molds adalah berdasarkan pengamatan pemilik, belakangan ini, anak-anak umur 3-7 tahun sering berdandan atau memakai baju yang tidak ‘anak-anak’. Pengaruh lingkungan serta peran orang tua menjadi faktor dalam pemilihan pakaian anak. Karena itu Molds ada untuk menghadirkan desain yang sesuai dengan anak-anak dan dengan konsep yang terencana.

Terinspirasi dari desain Jepang dan inovasi mainan anak-anak yang membutuhkan kreatifitas dan imajinasi, Molds menghadirkan desain pakaian yang soft minimalist, kreatif dan berani untuk keluar dari kata-kata innocent anak-anak yang biasa. Dengan desain-desain Molds ini anak kecil diharapkan untuk menjadi terbiasa dengan selera yang bold tanpa tersembunyi sehingga memunculkan karakter dari diri mereka yang sebenarnya.

Dengan pemilihan bahan dan kain yang sesuai dengan anak-anak, memungkinkan Molds dapat di pakai kapanpun karena menggunakan bahan yang nyaman untuk sehari-hari. Kain katun, katun poli, bulu domba, baby canvas, dan bahan kaos dipilih karena kenyamanannya untuk di pakai sehari-hari oleh siapapun, khususnya anak-anak.

Dalam konsep koleksi pertamanya, Molds berusaha untuk membiasakan anak-anak untuk menghadapi angka-angka, yang tentu kita ketahui anak kecil sering kali sulit belajar matematika. Dengan koleksi Molds, anak-anak dapat belajar matematika dasar dengan cara yang lebih menyenangkan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Untuk kedepannya Molds fokus untuk membuat pakaian khusus anak-anak dan dengan konsep edukasi.

2.6.1 Visi
•    Membuat brand lokal, khususnya di children fashion menjadi lebih di kenal dan di apresiasi oleh masyarakat
•    Membiasakan anak kecil untuk berani dalam memilih desain yang berbeda dari yang biasa mereka pakai
•    Dalam jangka panjang membuat brand ini dikenal secara internasional
   
2.6.2 Misi
•    Menghadirkan pakaian yang sesuai untuk anak-anak dengan konsep yang matang dan terencana
•    Mematangkan konsep edukasi yang menyenangkan, nyaman dan dapat bermain.





2.7 Desain Molds

  
    
  

Gambar 2.1


2.8 Logo Molds


Gambar 2.2
   
       
    Identitas yang ada sekarang diambil dari font Doodlepen, yang sudah tersedia dan dapat di unduh secara cuma-cuma dengan mudah.

Identitas ini belum menggambarkan karakter juga visi misi Molds dengan baik, karena dibuat dengan matang dan seadanya dan hanya bersifat sementara. Pengaplikasian identitas ini juga tidak konsisten dan tidak memiliki sistem didalamnya.

Pemilihan warna dan font yang membentuk identitas ini tidak berdasarkan prinsip atau filosofi apapun, karena dibuat secara cepat dan seadanya.


2.9 Edukasi Matematika

Pada koleksi Molds Spring/Summer, pendekatan edukasi yang di munculkan adalah edukasi matematika. Ini dikarenakan matematika adalah pelajaran yang tiap saat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan terus dipakai dari anak kecil sampai orang dewasa. Ketidaksukaan pada matematika tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di beberapa Negara maju. Di Indonesia sendiri ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak anak yang tidak menyukai matematika, yaitu karena metode pengajaran yang salah dan metode pembelajaran yang salah. Kebanyakan orang Indonesia menggunakan metode hafalan, sehingga matematika harus di hafal, bukan dinalar atau dimengerti secara logika. Anak-anak pada dasarnya suka bermain, sehingga matematika yang di hafal menjadi membosankan.

Dalam kasus ini, peran orangtua sangat dibutuhkan untuk membantu anak dalam pelajaran matematika. Cara yang paling mudah adalah dengan mendekatkan anak pada matematika secara nyata dan sedini mungkin. Ketidaksukaan pada matematika dapat di tanggulangi dengan menerapkan matematika yang menyenangkan dan membiarkan anak bermain dan terlibat langsung.


2.10 Range harga Molds

Top
T shirt        Rp. 200.000 – Rp.335.000
Shirt        Rp. 240.000 – Rp.580.000

Bottom
Skirt        Rp. 299.000 – Rp. 499.000
Pants        Rp. 309.000 – Rp. 499.000

Onepiece
Dress        Rp. 259.000 – Rp. 420.000
Jumpsuit        Rp. 289.000 – Rp. 420.000

Outer
Vest        Rp. 119.000 – Rp.369.000
Jacket        Rp. 399.000 – Rp. 500.000
Tailor        Rp. 399.000 – Rp. 490.000
Coat        Rp. 469.000 – Rp. 800.000

Accessories
Shoes        Rp. 299.000 – Rp. 899.000
Hat        Rp. 129.000 – Rp. 459.000
Necklace        Rp. 70.000 – Rp. 240.000
Socks/Stocking    Rp. 49.000 – Rp.139.000


2.11 Target Market

2.11.1  Target primer

Demografis
Jenis Kelamin    : Wanita
Pekerjaan        : Pegawai kantoran/ibu rumah tangga
Pendidikan    : Lulusan S1 sampai S2
Usia        :  27-35 tahun
Ekonomi        : SES A

Geografis
Domisi        : Wilayah perkotaan
Wilayah        : DKI Jakarta dan sekitarnya

Psikografis

Personality
•    Berpikir kreatif
•    Menyayangi keluarga
•    Menghargai karya seni dalam bentuk apapun
•    Memperhatikan detail dalam segala hal
•    Pemilih dalam belanja
•    Menerima inovasi dengan pikiran terbuka
•    Menyukai hal-hal yang unik dan berbeda
•    Menjunjung edukasi
•    Menyukai fashion
•    Memperhatikan penampilan

Behavior
•    Modern
•    Memperhatikan edukasi anaknya
•    Menyempatkan diri untuk bermain dengan anaknya sesering mungkin
•    Dekat dengan anaknya
•    Lebih banyak memberi anaknya mainan yang merangsang motoriknya dan otak
•    Mendidik anaknya dengan kegiatan kreatif
•    Suka membaca buku dan Koran
•    Mengakses internet

Lifestyle
•    Suka pergi ke pameran lukisan, desain atau foto
•    Jalan-jalan di Plaza Senayan, Pondok Indah mal, Grand Indonesia, Plaza Indonesia
•    Suka membeli barang-barang fashion di concept store
•    Membeli buku di Kinokuniya dan Aksara
•    Menonton film melalui saluran tv kabel
•    Berkumpul dengan teman-teman sebaya
•    Senang berbelanja kebutuhan rumah tangga, kebutuhan anaknya dan dirinya sendiri
•    Menaiki mobil untuk menuju tujuan dimanapun


2.11.2    Target sekunder

Demografis
Jenis kelamin    : Laki-laki dan perempuan
Usia        : 3-7 tahun
Pendidikan    : Pelajar TK dan SD
Ekonomi        : SES A

Geografis
Domisi        : Wilayah perkotaan
Wilayah        : DKI Jakarta dan sekitarnya

Psikografis

Personality
•    Aktif
•    Sedikit pemalu
•    Punya keingintahuan yang besar
•    Ekspresif di depan orang yang ia kenal dan dekat
•    Nyaman di berada di lingkungan yang dikenal
•    Menyukai permainan
•    Senang dengan sesuatu yang baru
•    Dekat dengan orangtuanya

Behavior
•    Lebih nyaman bermain di rumah
•    Segala yang menarik adalah yang dapat di ajak bermain
•    Bermain dengan imajinasi
•    Sering menyanyakan sesuatu yang dilihat
•    Selalu ingin tahu
•    Menyukai menggambar, menyusun balok dan kegiatan yang melibatkan imajinasinya
•    Senang bermain dengan orangtuanya terutama dengan ibunya


Lifestyle
•    Suka pergi dengan orangtuanya ke pameran atau ke workshop kegiatan kreatif dan festival
•    Bermain di rumah
•    Menyukai acara tv art attack, dan kartun
•    Sering membeli alat-alat menggambar dan kebutuhan kreatifnya


2.12 Kompetitor
    Kompetitor terdekat dengan Molds adalah

    2.12.1 Radici



Gambar 2.3


Radici adalah brand children wear yang banyak menggunakan detail pada tiap koleksinya seperti rajutan, sulaman, detail pocket dan semua detail dibuat dengan tangan. Terinspirasi dari alam sekitar, dedaunan, pepohonan dan burung hantu sehinga koleksi Radici menjadi terlihat ‘down to earth’ sehingga cocok untuk anak-anak yang memiliki sense of adventure, dan playful.

Dengan konsep “little helper” dan icon burung hantu, Radici berharap agar anak-anak mulai mencintai alam dan mulai menanam pohon agar burung hantu tetap mempunyai rumah dan membuat lingkungan menjadi lebih baik. Target marketnya adalah anak-anak yang suka dengan alam dan peduli lingkungan dari umur 3-8 tahun. Radici telah menjual pakaiannya sejak awal tahun 2011, dan dijual melalui website Tumblr, media sosial Facebook, Alun-alun Indonesia dan beberapa kali muncul di event pameran seperti Next Level dan Pop up Market.

Harga yang ditawarkan radici adalah:
•    Top        Rp. 200.000 – Rp. 260.000
•    Pants        Rp. 325.000 – Rp. 480.000
•    Cape        Rp. 200.000
•    Belt        Rp. 190.000
•    Dress        Rp. 380.000
•    Outer        Rp. 480.000 - Rp. 650.000
•    Bag        Rp. 540.000
•    Hair Clip      Rp. 100.000
•    Shoes        Rp. 300.000- Rp. 370.000


2.12.2  Jizeeru




       Gambar 2.4

   
Jizeeru adalah brand children wear umur 8-12 tahun yang terinspirasi dari warna-warna vivid dan illustrasi yang berani. Bahan-bahan yang di pakai adalah bahan yang cukup nyaman untuk tempat tropis. Jizeeru menghadirkan pakaian yang quirky, cute, bold dan diperuntukkan bagi orang-orang yang kreatif, berjiwa seni dan berani untuk mengekspresikan diri. Pada penjualannya, kini Jizeeru melebarkan brand nya melalui produk untuk wanita dan pria yang di kemas secara unisex.

Konsep koleksinya adalah “sozo wonderlust”. ‘Sozo’ dalam bahasa Jepang berarti imajinasi, sedangkan ‘wonderlust’ maksudnya adalah keinginan yang sangat besar untuk travelling. Sehingga maksud keseluruhan adalah keinginan untuk berkeliling dengan imajinasi.

Jizeeru telah menjual produknya di website sosial media facebook dan muncul di event pameran Next Level.



Harga yang ditawarkan adalah:
•    Top        Rp. 200.000- Rp.500.000
•    Bottom        Rp. 370.000 – Rp. 460.000
•    Jacket        Rp. 230.000 – Rp 500.000
•    Accessories     Rp. 60.000   – Rp. 150.000
•    Shoes        Rp. 300.000 – Rp. 400.000
•    Dress         Rp. 300.000 – Rp. 600.000


2.13 SWOT

Strength

•    Karakter desain yang unik, dengan menghadirkan konsep edukatif yang matang dan dengan detail atraktif
•    Rancangan Molds selalu menggunakan bahan yang nyaman untuk anak-anak pakai dan dengan kualitas bahan terbaik
•    Rancangan yang ready to wear, tapi dengan twist juga detail yang berbeda sehingga produk Molds sudah mempunyai keunikan dan diferensiasi dengan kompetitor lainnya.

Weakness

•    Harga yang di tawarkan relatif mahal untuk baju anak-anak
•    Banyak masyarakat yang belum terlalu terbiasa dengan desain yang sedikit berbeda dari apa yang biasa mereka lihat atau beli
•    Molds masih tergolong brand baru

Opportunity

•    Membentuk market secara spesifik, sehingga membuat produk menjadi lebih eksklusif
•    Tidak memiliki kompetitor secara langsung

Threat

•    Anak-anak yang cepat tumbuh besar memungkinkan konsumen berpikir dua kali untuk membeli pakaian anak dengan harga yang relatif mahal